Selasa, 23 Oktober 2012

Psikologi Sosial, Sebuah Cerita Tentang Kasih Sayang Orang Tua


Psikologi Sosial, Sebuah Cerita Tentang Kasih Sayang Orang Tua

Hem… kalau yang namanya kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB/Bogor Agricultural University) itu, terutama yang namanya jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Fakultas Ekologi Manusia, pasti ada-ada saja yang namanya matak uliah yang lebih pada membuka wawasan. Kali ini yang menjadi fokus perhatianku adalah kulaih Psikologi Sosial yang kala itu disampaikan oleh dosen yang sangat pandai untuk menarik minat dan perhatian mahasiswa beliau adalah Ibu Dr.Nurmala K.Panjaitan, MS, DEA. bukan materi kuliahnya yang akan saya sampaikan di sini. Tapi sebuah cerita singkat yang sangat singkat yang disampaikan sesingkat-singkatnya. Kurang lebih inilah cerita yang mengandung unsur psikologi yang beliau ceritakan di kelas, kala kuliah itu…
***
“Pada suatu hari hidup lah satu keluarga yang sangat kaya, mereka sangat bahagia karena dikaruniai oleh seorang anak, karena memiliki anak satu-satunya, anak ini kemudian sangat dimanja. Setiap KEINGINANNYA pasti selalu dipenuhi oleh kedua orang tunya. Tidak ada keinginan yang mustahil bagi si anak ini. Lama kelamaan setelah si anak menjadi dewasa, tibalah ia pada satu keinginan yang melebihi batas. Sehingga saat ini dia melakukan tindakan kriminal yang luar biasa sehingg, hakim persidangan memvonisnya dengan hukuman mati (dalam ceritanya tidak disebutkan apa tindakan kriminal yang dilakukan si anak tersebut). Seperti hukuman mati biasanya, maka hakim meberikan satu permintaan terakhir untuk si anak tersebut.
Rupanya permintaan terakhir yang disampaikan anak tersebut adalah bertemu dengan ibunya. Saat ibunya datang. Maka si anak terebur mendekatkan wajahnya ke wajah ibunya. Kemudian digigitnya keras-keras pipi ibunya, sejadi-jadinya sekeras mungkin.
Ibunya berkata, “wahai anakku, apa yang kamu lakukan?”
Si anak kemudian berkata, “Ini untuk ibu yang selama hidupku begitu memajakanku, sehingga aku sampai di saat seperti sekarang ini. Ibu tidak pernah menunjukkan kebenaran kepadaku”
***
Ini lah cerita singkat yang disampaikan beliau dengan expresi yang luar biasa. Saya tentu saja tidak akan mengintrepretasi isi cerita tersebut. Saya memberikan kebebasan kepada anda untuk memahami sendiri apa yang ingin di sampaikan dalam cerita tersebut. Yang pasti dalam lanjutan materi memasuki kuliah tersebut, ibu Nurmala menjelaskan bahwa samapi kapanpun keberhasilan dan kesuksesan tidak mungkin di dapat dengan hanya bersantai saja. Mereka yang sukses adalah mereka yang dalam hidupnya telah menghadapai berbagai halangan dan rintangan hidup.

artikel psikologi

 

 

Kisah: Ungkapan Jujur Seorang Anak

by jasni


childTahun 2005 yang lalu saya harus mondar-mandir ke SD Budi Mulia Bogor. Anak sulung kami yang bernama Dika, duduk di kelas 4 di SD itu. Waktu itu saya memang harus berurusan dengan wali kelas dan kepala sekolah. Pasalnya menurut observasi wali kelas dan kepala sekolah, Dika yang duduk di kelas unggulan, tempat penggemblengan anak-anak berprestasi itu, waktu itu justru tercatat sebagai anak yang bermasalah. Saat saya tanyakan apa masalah Dika, guru dan kepala sekolah justru menanyakan apa yang terjadi di rumah sehingga anak tersebut selalu murung dan menghabiskan sebagian besar waktu belajar di kelas hanya untuk melamun. Prestasinya kian lama kian merosot.
Dengan lemah lembut saya tanyakan kepada Dika: “Apa yang kamu inginkan ?” Dika hanya menggeleng. “Kamu ingin ibu bersikap seperti apa ?” tanya saya. “Biasa-biasa saja” jawab Dika singkat. Beberapa kali saya berdiskusi dengan wali kelas dan kepala sekolah untuk mencari pemecahannya, namun sudah sekian lama tak ada kemajuan. Akhirnya kamipun sepakat untuk meminta bantuan seorang psikolog. Suatu pagi, atas seijin kepala sekolah, Dika meninggalkan sekolah untuk menjalani test IQ. Tanpa persiapan apapun, Dika menyelesaikan soal demi soal dalam hitungan menit. Beberapa saat kemudian, Psikolog yang tampil bersahaja namun penuh keramahan itu segera memberitahukan hasil testnya.
Angka kecerdasan rata-rata anak saya mencapai 147 (Sangat Cerdas) dimana skor untuk aspek-aspek kemampuan pemahaman ruang, abstraksi, bahasa, ilmu pasti, penalaran, ketelitian dan kecepatan berkisar pada angka 140 – 160. Namun ada satu kejanggalan, yaitu skor untuk kemampuan verbalnya tidak lebih dari 115 (Rata-Rata Cerdas). Perbedaan yang mencolok pada 2 tingkat kecerdasan yang berbeda itulah yang menurut psikolog, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. Oleh sebab itu psikolog itu dengan santun menyarankan saya untuk mengantar Dika kembali ke tempat itu seminggu lagi. Menurutnya Dika perlu menjalani test kepribadian.

Suatu sore, saya menyempatkan diri mengantar Dika kembali mengikuti serangkaian test kepribadian. Melalui interview dan test tertulis yang dilakukan, setidaknya Psikolog itu telah menarik benang merah yang menurutnya menjadi salah satu atau beberapa faktor penghambat kemampuan verbal Dika. Setidaknya saya bisa membaca jeritan hati kecil Dika. Jawaban yang jujur dari hati Dika yang paling dalam itu membuat saya berkaca diri, melihat wajah seorang ibu yang masih jauh dari ideal.
Ketika Psikolog itu menuliskan pertanyaan “Aku ingin ibuku :….” Dika pun menjawab : “membiarkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar saja” Dengan beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa selama ini saya kurang memberi kesempatan kepada Dika untuk bermain bebas.

Waktu itu saya berpikir bahwa banyak ragam permainan-permainan edukatif sehingga saya merasa perlu menjadwalkan kapan waktunya menggambar, kapan waktunya bermain puzzle, kapan waktunya bermain basket, kapan waktunya membaca buku cerita, kapan waktunya main game di komputer dan sebagainya. Waktu itu saya berpikir bahwa demi       kebaikan dan demi masa depannya, Dika perlu menikmati permainan-permainan secara merata di sela-sela waktu luangnya yang memang tinggal sedikit karena sebagian besar telah dihabiskan untuk sekolah dan mengikuti berbagai kursus di luar sekolah. Saya selalu pusing memikirkan jadwal kegiatan Dika yang begitu rumit. Tetapi ternyata permintaan Dika hanya sederhana : diberi kebebasan bermain sesuka hatinya, menikmati masa kanak-kanaknya.
Ketika Psikolog menyodorkan kertas bertuliskan “Aku ingin Ayahku …” Dika pun menjawab dengan kalimat yang berantakan namun kira-kira artinya “Aku ingin ayahku melakukan apa saja seperti dia menuntutku melakukan sesuatu”.
Melalui beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa Dika tidak mau diajari atau disuruh, apalagi diperintah untuk melakukan ini dan itu. Ia hanya ingin melihat ayahnya melakukan apa saja setiap hari, seperti apa yang diperintahkan kepada Dika. Dika ingin ayahnya bangun pagi-pagi kemudian membereskan tempat tidurnya sendiri, makan dan      minum tanpa harus dilayani orang lain, menonton TV secukupnya, merapikan sendiri koran yang habis dibacanya dan tidur tepat waktu. Sederhana memang, tetapi hal-hal seperti itu justru sulit dilakukan oleh kebanyakan orang tua.
Ketika Psikolog mengajukan pertanyaan “Aku ingin ibuku tidak …” Maka Dika menjawab “Menganggapku seperti dirinya” Dalam banyak hal saya merasa bahwa pengalaman hidup saya yang suka bekerja keras, disiplin, hemat, gigih untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan itu merupakan sikap yang paling baik dan bijaksana. Hampir-hampir saya ingin menjadikan Dika persis seperti diri saya. Saya dan banyak orang tua lainnya seringkali ingin menjadikan anak sebagai foto copy diri kita atau bahkan beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam  bentuk sachet kecil.
Ketika Psikolog memberikan pertanyaan “Aku ingin ayahku tidak : ..” Dika pun menjawab “Tidak menyalahkan aku di depan orang lain. Tidak mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan kecil yang aku buat adalah dosa”
Tanpa disadari, orang tua sering menuntut anak untuk selalu bersikap dan bertindak benar, hingga hampir-hampir tak memberi tempat kepadanya untuk berbuat kesalahan. Bila orang tua menganggap bahwa setiap kesalahan adalah dosa yang harus diganjar dengan hukuman, maka anakpun akan memilih untuk berbohong dan tidak mau mengakui kesalahan   yang telah dibuatnya dengan jujur. Kesulitan baru akan muncul karena orang tua tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuat anak, sehingga tidak tahu tindakan apa yang harus kami lakukan untuk mencegah atau menghentikannya.
Saya menjadi sadar bahwa ada kalanya anak-anak perlu diberi kesempatan untuk berbuat salah, kemudian iapun bisa belajar dari kesalahannya. Konsekuensi dari sikap dan tindakannya yang salah adakalanya bisa menjadi pelajaran berharga supaya di waktu-waktu mendatang tidak membuat kesalahan yang serupa.
Ketika Psikolog itu menuliskan “Aku ingin ibuku berbicara tentang…..” Dika pun menjawab “Berbicara tentang hal-hal yang penting saja”. Saya cukup kaget karena waktu itu saya justru menggunakan kesempatan yang sangat sempit, sekembalinya dari kantor untuk membahas hal-hal yang menurut saya penting, seperti menanyakan pelajaran dan PR yang diberikan gurunya. Namun ternyata hal-hal yang menurut saya penting, bukanlah sesuatu yang penting untuk anak saya. Dengan jawaban Dika yang polos dan jujur itu saya diingatkan bahwa  kecerdasan tidak lebih penting dari pada hikmat dan pengenalan akan Tuhan. Pengajaran tentang kasih tidak kalah pentingnya dengan ilmu pengetahuan.
Atas pertanyaan “Aku ingin ayahku berbicara tentang …..”, Dika pun menuliskan “Aku ingin ayahku berbicara tentang kesalahan-kesalahan nya. Aku ingin ayahku tidak selalu merasa benar, paling hebat dan tidak pernah berbuat salah. Aku ingin ayahku mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepadaku”.
Memang dalam banyak hal, orang tua berbuat benar tetapi sebagai manusia, orang tua tak luput dari kesalahan. Keinginan Dika sebenarnya sederhana, yaitu ingin orang tuanya sportif, mau mengakui kesalahnya dan kalau perlu meminta maaf atas kesalahannya, seperti apa yang diajarkan orang tua kepadanya.
Ketika Psikolog menyodorkan tulisan “Aku ingin ibuku setiap hari …..” Dika berpikir sejenak, kemudian mencoretkan penanya dengan lancar “Aku ingin ibuku mencium dan memelukku erat-erat seperti ia mencium dan memeluk adikku”. Memang adakalanya saya berpikir bahwa Dika yang hampir setinggi saya sudah tidak pantas lagi dipeluk-peluk, apalagi dicium-cium. Ternyata saya salah, pelukan hangat dan ciuman sayang seorang ibu tetap dibutuhkan supaya hari-harinya terasa lebih indah. Waktu itu saya tidak menyadari bahwa perlakukan orang tua yang tidak sama kepada anak-anaknya seringkali oleh anak-anak diterjemahkan sebagai tindakan yang tidak adil atau pilih kasih.
Secarik kertas yang berisi pertanyaan “Aku ingin ayahku setiap hari….” Dika menuliskan sebuah kata tepat di atas titik-titik dengan satu kata “tersenyum”.
Sederhana memang, tetapi seringkali seorang ayah merasa perlu menahan senyumannya demi mempertahankan wibawanya. Padahal kenyataannya senyuman tulus seorang ayah sedikitpun tidak akan melunturkan wibawanya, tetapi justru bisa menambah simpati dan energi bagi anak-anak dalam melakukan segala sesuatu seperti yang ia lihat dari ayahnya setiap hari.
Ketika Psikolog memberikan kertas yang bertuliskan “Aku ingin ibuku memanggilku. …” Dika pun menuliskan “Aku ingin ibuku memanggilku dengan nama yang bagus” Saya tersentak sekali! Memang sebelum ia lahir kami telah memilih nama yang paling bagus dan penuh arti, yaitu Judika Ekaristi Kurniawan. Namun sayang, tanpa sadar, saya selalu memanggilnya dengan sebutan Nang. Nang dalam Bahasa Jawa diambil dari kata “Lanang” yang berarti laki-laki.
Ketika Psikolog menyodorkan tulisan yang berbunyi “Aku ingin ayahku memanggilku..” Dika hanya menuliskan 2 kata saja, yaitu “Nama Asli”.
Selama ini suami saya memang memanggil Dika dengan sebutan “Paijo” karena sehari-hari Dika berbicara dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Sunda dengan logat Jawa medok. “Persis Paijo, tukang sayur keliling” kata suami saya.
Atas jawaban-jawaban Dika yang polos dan jujur itu, saya menjadi malu karena selama ini saya bekerja di sebuah lembaga yang membela dan memperjuangkan hak-hak anak. Kepada banyak orang saya kampanyekan pentingnya penghormatan hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak Sedunia. Kepada khalayak ramai saya bagikan poster bertuliskan “To Respect Child Rights is an Obligation, not a Choice” sebuah seruan yang mengingatkan bahwa “Menghormati Hak Anak adalah Kewajiban, bukan Pilihan”.
Tanpa saya sadari, saya telah melanggar hak anak saya karena telah memanggilnya dengan panggilan yang tidak hormat dan bermartabat.
Dalam diamnya anak, dalam senyum anak yang polos dan dalam tingkah polah anak yang membuat orang tua kadang-kadang bangga dan juga kadang-kadang jengkel, ternyata ada banyak Pesan Yang Tak Terucapkan. Seandainya semua ayah mengasihi anak-anaknya, maka tidak ada satupun anak yang kecewa atau marah kepada ayahnya. Anak-anak memang harus diajarkan untuk menghormati ayah dan ibunya, tetapi para orang tua tidak boleh membangkitkan amarah di dalam hati anak-anaknya. Para orang tua harus mendidik anaknya di dalam ajaran dan nasehat yang baik.
(Ditulis oleh : Lesminingtyas)



Wajib baca

Kisah-kisah dalam situs ini adalah kisah-kisah yang berhasil dikompilasi dari berbagai sumber yang tersebar di internet. Sebagian kisahnya telah tertulis dalam bahasa Indonesia (pada umumnya kami mengeditnya kembali) dan sebagian besar yang lain masih dalam bahasa inggris (kami menerjemahkannya). Mungkin saja -kisah itu pernah diterbitkan dalam sebuah buku dan ada pemilik hak ciptanya. Sejauh memang itu ada tertulis dari mana sumbernya, maka kami akan menuliskan sumbernya dan kalau perlu meminta izin.  Namun yang terjadi tidak demikian. Sebuah  kisah bisa dimuat dalam beberapa situs yang berbeda. Masalahnya, di setiap situs tidak dicantumkan dari mana kisah itu berasal dan siapa pemilik hak ciptanya. Oleh karena itu, kisah-kisah dalam situs ini pun tidak bisa mencantumkan dari mana sumber kisah-kisahnya. Hanya jika kisah yang ada jelas bersumber dari mana, maka sumber itu pasti akan disebutkan.

Kepada siapa pun Anda yang merasa memiliki hak cipta atas kisah-kisah itu. Maka kami mohon maaf  telah mengutip kisah Anda untuk situs ini. Tidak ada maksud untuk melanggar hak cipta. Publikasi kisah-kisah dalam situs ini ada hanya semata-mata untuk tujuan berbagi, karena sebuah kisah yang menginspirasi kehidupan sebaiknya menjadi milik semua orang. Setidaknya itu yang saya yakini, karena kisah-kisah itu akan memperkaya kehidupan semuanya. Apabila Anda sebagai pemilik hak cipta kisah yang ada dalam situs ini menghendaki untuk menghapus kisah tersebut, maka kirimkan email kepada kami di alamat: psikologi.online@gmail.com, kami akan segera menghapusnya.

SUMBER MATERI, TUGAS, DAN ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING: artikel psikologi

SUMBER MATERI, TUGAS, DAN ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING: artikel psikologi:      10 Cerita Psikologi Yang Penuh Dengan Motivasi  by.jasni 1. Setelah makan malam, seorang ibu dan putrinya bersama-sam...

artikel psikologi

 

 

 10 Cerita Psikologi Yang Penuh Dengan Motivasi 

by.jasni


1. Setelah makan malam, seorang ibu dan putrinya bersama-sama mencuci mangkuk dan piring, sedangkan ayah dan putranya menonton TV di ruang tamu.
Mendadak, dari arah dapur terdengar suara piring yang pecah, kemudian sunyi senyap. Si putra memandang ke arah ayahnya dan berkata, “Pasti ibu yang memecahkan piring itu.” “Bagaimana kamu tahu?” kata si Ayah. “Karena tak terdengar suara dia memarahi orang lain,” sahut anaknya.
Kita semua sudah terbiasa menggunakan standar yang berbeda melihat orang lain dan memandang diri sendiri, sehingga acapkali kita menuntut orang lain dengan serius, tetapi memperlakukan diri sendiri dengan penuh toleran.



2. Ada dua grup pariwisata yang pergi bertamasya ke pulau Yi Do di Jepang. Kondisi jalannya sangat buruk, sepanjang jalan terdapat banyak lubang. Salah satu pemandu berulang-ulang mengatakan keadaan jalannya rusak parah dan tak terawat.
Sedangkan pemandu yang satunya lagi berbicara kepada para turisnya dengan nada puitis, “Yang kita lalui sekarang ini adalah jalan protokol ternama di Yi Do yang bernama jalan berdekik yang mempesona.”
Walaupun keadaannya sama, namun pikiran yang berbeda akan menimbulkan sikap yang berbeda pula. Pikiran adalah suatu hal yang sangat menakjubkan, bagaimana berpikir, keputusan berada di tangan Anda.

3. Murid kelas 3 SD yang sama, mereka memiliki cita-cita yang sama pula yaitu menjadi badut. Guru dari Tiongkok pasti mencela, “Tidak mempunyai cita-cita yang luhur, anak yang tidak bisa dibina!”
Sedangkan guru dari Barat akan bilang, “Semoga Anda membawakan kecerian bagi seluruh dunia!”
Terkadang orang yang lebih tua, bukan hanya lebih banyak menuntut daripada memberi semangat, malahan sering membatasi definisi keberhasilan dengan arti yang sempit.

4. Istri sedang memasak di dapur. Suami yang berada di sampingnya mengoceh tak berkesudahan, “Pelan sedikit, hati-hati! Apinya terlalu besar. Ikannya cepat dibalik, minyaknya terlalu banyak!”
Istrinya secara spontan menjawab, “Saya mengerti bagaimana cara memasak sayur.” Suaminya dengan tenang menjawab, “Saya hanya ingin dirimu mengerti bagaimana perasaan saya, saat saya sedang mengemudikan mobil, engkau yang berada disamping mengoceh tak ada hentinya.”
Belajar memberi kelonggaran kepada orang lain itu tidak sulit, asalkan Anda mau dengan serius berdiri di sudut dan pandangan orang lain melihat suatu masalah.

5. Sebuah bus yang penuh dengan muatan penumpang sedang melaju dengan cepat menelusuri jalanan yang menurun, ada seseorang yang mengejar bus ini dari belakang.
Seorang penumpang mengeluarkan kepala keluar jendala bus dan berkata dengan orang yang mengejar bus, “Hai kawan! Sudahlah Anda tak mungkin bisa mengejar!”
Orang tersebut menjawab, “Saya harus mengejarnya . . .” Dengan nafas tersenggal-senggal dia berkata, “Saya adalah pengemudi dari bus ini!”
Ada sebagian orang harus berusaha keras dengan sangat serius, jika tidak demikian, maka akibatnya akan sangat tragis!
Dan juga dikarenakan harus menghadapi dengan sekuat tenaga, maka kemampuan yang masih terpendam dan sifat-sifat khusus yang tidak diketahui oleh orang lain selama ini akan sepenuhnya muncul keluar.

6. Si A : “Tetangga yang yang baru pindah itu sungguh jahat, kemarin tengah malam dia datang ke rumah saya dan terus menerus menekan bel di rumah saya.”
Si B : “Memang sungguh jahat! Adakah Anda segera melapor polisi?”
Si A : “Tidak. Saya menganggap mereka orang gila, yang terus menerus meniup terompet kecil saya.”
Semua kejadian pasti ada sebabnya, jika sebelumnya kita bisa melihat kekurangan kita sendiri, maka jawabannya pasti berbeda.

7. Zhang San sedang mengemudikan mobil berjalan di jalan pegunungan, ketika dengan santai menikmati pemandangan yang indah, mendadak dari arah depan datang sebuah truk barang.
Si sopir truk membuka jendela dan berteriak dengan keras, “Babi!”
Mendengar suara ini Zhang San menjadi emosi, dia juga membuka jendela memaki, “Kamu sendiri yang babi!”
Baru saja selesai memaki, dia telah bertabrakan dengan gerombolan babi yang sedang menyeberangi jalan.
Jangan salah tafsir maksud kebaikan dari orang lain, hal tersebut akan menyebabkan kerugian Anda, juga membuat orang lain terhina.

8. Seorang bocah kecil bertanya kepada ayahnya, “Apakah menjadi seorang ayah akan selalu mengetahui lebih banyak dari pada anaknya?”
Ayahnya menjawab, “Sudah tentu!”
“Siapa yang menemukan listrik?”
“Edison.”
“Kalau begitu mengapa bukan ayah Edison yang menemukan listrik?”
Pakar acapkali adalah kerangka kosong yang tidak teruji, lebih-lebih pada zaman pluralis terbuka sekarang ini.

9. Ketika mandi Toto kurang hati-hati telah menelan sebongkah kecil sabun, ibunya dengan gugup menelepon dokter rumah tangga minta pertolongan.
Dokter berkata, “Sekarang ini saya masih ada beberapa pasien, mungkin setengah jam kemudian saya baru bisa datang ke sana.”
Ibu Toto bertanya, “Sebelum Anda datang, apa yang harus saya lakukan?”
Dokter itu menjawab, “Berikan Toto secangkir air putih untuk diminum, kemudian melompat-lompat sekuat tenaga, maka Anda bisa menyuruh Toto meniupkan gelembung busa dari mulut untuk menghabiskan waktu.”
Jika peristiwa sudah terjadi, mengapa tidak dihadapi dengan tenang dan yakin. Daripada khawatir lebih baik berlega, dari pada gelisah lebih baik tenang.

10. Sebuah gembok yang sangat kokoh tergantung di atas pintu, sebatang tongkat besi walaupun telah menghabiskan tenaga besar, masih juga tidak bisa membukanya.
Kuncinya datang, badan kunci yang kurus itu memasuki lubang kunci, hanya diputar dengan ringan, “plak” gembok besar itu sudah terbuka.
Hati dari setiap insan, persis seperti pintu besar yang telah terkunci, walaupun Anda menggunakan batang besi yang besar pun tak akan bisa membukanya. Hanya dengan mencurahkan perhatian, Anda baru bisa merubah diri menjadi sebuah anak kunci yang halus, masuk ke dalam sanubari oran

Senin, 22 Oktober 2012

SUMBER MATERI, TUGAS, DAN ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING: PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SUMBER MATERI, TUGAS, DAN ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING: PSIKOLOGI PENDIDIKAN:   PSIKOLOGI PENDIDIKAN BY JASNI A. Pendahuluan Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhada...

PSIKOLOGI PENDIDIKAN















  PSIKOLOGI PENDIDIKAN
BY JASNI

A. Pendahuluan
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.


Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

B. Mendorong Tindakan Belajar
Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.

Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.

Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.

Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.

Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.

Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.

Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.

Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.

Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.

2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.

Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.

Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.

Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.

Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.

Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.

Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.

Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.

Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.

2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.

Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

SUMBER MATERI, TUGAS, DAN ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING:    Nilai Akhlak Vs Nilai Akademik ...

SUMBER MATERI, TUGAS, DAN ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING:    Nilai Akhlak Vs Nilai Akademik
...
:       Nilai Akhlak Vs Nilai Akademik Sebuah kata yang membuatku tercengang, kaget, dan ing...

 

 

 

Nilai Akhlak Vs Nilai Akademik

Sebuah kata yang membuatku tercengang, kaget, dan ingin marah. Sebuah cerita yang kudengar dari seorang teman.
“Tak pernah aku diperlakukan seperti itu?”
“Seperti apa maksudnya?”
Seorang anak berkata kasar dan bersikap kurang ajar padaku,” kata temanku.
“Kok bisa?”
“Masalahnya kemarin ketika dia melakukan kesalahan, aku ingatkan sampai kesalahannya itu merugikan orang di sampingnya. Aku coba untuk menegur. Bukan hanya sekali teguran, teguran yang kulakukan sudah 3 kali. Yang terakhir, aku mengambil kertasnya untuk dikerjakan di depan kelas. Ada meja dan bangku. Dia pun duduk bisa duduk di dekatku. Eh, ditegur nggak mau, dia malah marah dan berkata kasar.”
“Oh, begitu…”
“Semua mata melihat dan mendengar apa yang dikatakan serta menjadi saksi. Di tambah lagi ada teman lain yang masuk ke ruangan itu.”
“Terus apa yang kamu lakuka?” Tanyaku.
“Aku hanya diam karena aku takut si anak tambah malu dan lebih bersikap kurang ajar, tapi aku tidak akan diam saja. Aku akan melakukan tindakan karena kejadian ini sudah terjadi berkali-kali namun didiamkan saja. Bagiku itu bukan solusi dan aku harus bicara langsung dengan orang tuanya.”
“Setelah kejadian itu, apa yang dilakukan anak itu ?”
“Dia mencoba meminta maaf, tetapi aku tidak mengucapkannya walaupun hatiku sudah memaafkan. Aku ingin dia berpikir bahwa meminta maaf tanpa tahu kesalahan itu tidak baik untuk dilakukan.”
“Apa kamuu memaafkannya?”
“Tentu saja. Marahku hanya 5 menit, selebihnya aku sudah memaafkan. Tenang, aku tidak ingin kemarahan ada di dalam hatiku.”
“Apakah benar kamu menelepon orang tuanya. Orang tuanya kan polisi?”
“Aku tak peduli. Apa yang aku lakukan aku tahu merupakan bagian dari pendidikan disini. Aku tidak takut dengan apa yang akan terjadi jika si anak menyatakan hal yang tidak benar tentang kejadian itu,” kata temanku.
“Kamu tahu, anak itu menceritakan kejadian itu tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Kalau pun bennar, ceritanya tidak lengkap dan terkesan dikurangi. Aku pikir dia takut dengan hukuman yang bakal dia terima akibat perbuatannya,” jelasnya kembali.
Itulah teman, ketika suatu jabatan atau kekuasaan dijadikan suatu tameng atas perbuatan seseorang agar dianggap benar, yang terjadi adalah kejadian seperti di atas. Belajar dengan merasa memiliki suatu instansi atau merasa ada pendukung jika salah, maka yang ada adalah ilmu kehancuran. Semoga mendapat hikmahnya dari cerita temanku ini :-)
Pilih akhlaknya baik atau prestasi di sekolah buruk
atau
akhlak buruk, tetapi prestasi di sekolah baik
atau
akhlak baik dan prestasi sekolah baik
Dipastikan ingin memilih yang ke-3 kan?
Ya…Anda adalah orang tua, anak pun cerminan didikan Anda. Silahkan memilih :)

TES PSIKOLOGI CINTA




















Guys...u must try this...y
Tapi bener2 jangan dulu ngeliat jawabannya di bawah ya...
ikutin aja instruksi2nya, dijamin deh bakal kaget deh nanti klo liat hasilnya, Ane aja masih terheran2 dan geleng2 kepala......tapi mikirnya jangan lama2, apa yang ada di hati Agan aja..

tapi bukan berarti asal2an loooohh.....enjoy....

Psikotest ini diambil dari email internet, diterjemahkan oleh orang tersebut dari bahasa asalnya Japanese. Agan akan menemukan hasil yang sangat mengejutkan. Pasti agan akan terkejut melihat hasilnya.!!!

Cuma janji dulu, JANGAN MEMBACA JAWABAN DIBAWAHNYA TERLEBIH DAHULU.
ISI DULU INSTRUKSI YANG DIMINTA. BACA SATU PARAGRAF DEMI SATU PARAGRAF.

Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas. Waktu memilih nama, anda harus memilih orang yang anda kenal. Jangan terlalu banyak mikir, tulislah apa yang ada di kepala anda.

Yuk.. Langsung aja ke TKP :

pertanyaan :
1.. Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas di kertas secara vertikal (atas ke bawah)

2.. Tulis angka yang paling agan senang (antara1-11) disebelah angka No.1 dan 2

3.. Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang agan kenal, masing-masing di No.3 dan No.7

4.. Tulis 3 nama orang yang agan kenal di No.4, 5, dan 6. Disini agan boleh menulis nama orang di keluarga, teman, kenalan. Siapapun OK. Cuma harus yang agan kenal

5.. Di no.8, 9, 10 dan 11 agan tulis nama judul lagu yang berbeda-beda

6.. Terakhir, tulis permohonan agan.(isi doa yang agan inginkan)

NAH......... dibawah ini ada jawaban dari psikotest-nya mudah-mudahan cocok jawabannya.

jawaban :
1.. Orang yang anda tulis di No.3 adalah orang yang agan cintai.

2.. Orang yang agan tulis di No.7 adalah orang yang agan suka, tetapi bertepuk sebelah tangan.

3.. Orang yang agan tulis di No.4 adalah orang yang agan rasa paling penting bagi agan.

4.. Orang yang agan tulis di No.5 adalah orang yang paling mengerti tentang agan.

5.. Orang yang agan tulis di No. 6 adalah orang yang agan pikir bahwa dia berguna bagi agan.

6.. Lagu yang agan tulis di no. 8 adalah lagu yang ditujukan untuk orang No.3

7.. Lagu yang agan tulis di no.9 adalah lagu yang ditujukan untuk orang No.7

8.. Lagu yang agan tulis di no.10 adalah lagu yang melukiskan apa yang ada di hati agan.

10.. Terakhir, lagu yang anda tulis di No.11 adalah lagu yang melukiskan hidup agan.


SELAMAT MENCOBA,......................GAN !!!!!!!!!